I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman karet memiliki peranan
yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Banyak masyarakat yang hidup
dengan mengandalkan perkebunan karet sebagai komoditas usahanya dan khususnya
bagi mereka yang tinggal di pedesaan. Total luas perkebunan karet Indonesia
mencapai 3 juta hektar lebih, dan termasuk sebagai yang terluas didunia.
Pengolahan awal lateks atau getah karet sebelum diolah di pabrik pengolahan
karet menjadi bahan baku karet alam seperti crepe, sheet, lateks pusingan dan
sebagainya juga masih diusahakan secara sederhana oleh masyarakat, sehingga
mutu karet yang dihasilkan menjadi memprihatinkan sehingga harga jual menjadi
rendah.
Di
Indonesia, lateks atau getah karet juga merupakan salah satu komoditas utama
usaha rakyat, berupa hasil perkebunan yang kebanyakan dikelola oleh masyarakat
khususnya di daerah pedesaan. Dalam tahap awal, petani karet biasanya melakukan
pengolahan lateks secara sederhana sebelum dijual ke pengumpul (pabrik karet),
adapun pengolahan yang dilakukan adalah dengan melakukan prakoagulasi pada
lateks sehingga menjadi berbentuk padatan dengan menggunakan koagulan yang
lazim digunakan oleh masyarakat. Karet hasil olahan masyarakat ini lazim
disebut sebagai bokar, atau “bahan olahan karet rakyat”, hasil olahannya berupa
lump dan slab. Bokar merupakan komoditi utama suatu pedesaan. Terutama pedesaan
yang letaknya di pedalaman. Dari berbagai pilihan komoditas tani yang ada,
karet justru menjadi pilihan yang banyak disukai karena produktifitasnya yang
tinggi, dan yang paling penting ia tidak tergantung dengan musim panen, seperti
halnya produk tani yang lain. Sehingga dari hal ini suatu desa mampu ikut
memberikan kontribusi dalam bidang ekonomi bagi negara.
1.2 Tujuan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui mekanisme prakoagulasi
lateks.
2.
Untuk mengetahui mekanisme dan
faktor-faktor yang mempengaruhi koagulasi lateks.
3.
Untuk mengetahui cara pengujian mutu
karet dan bokar.
II.
ISI
2.1 Prakoagulasi lateks
Pada saat mulai keluar dari pohon hingga
beberapa jam lateks masih berupa cairan, tetapi setelah kira-kira 8 jam lateks
mulai mengental dan selanjutnya membentuk gumpalan karet. Penggumpalan
(prakoagulasi) dapat dibagi 2 yakni;. penggumpalan spontan dan penggumpalan
buatan.Penggumpalan spontan biasanya disebabkan oleh pengaruh enzim dan
bakteri, aromanya sangat berbeda dari yang segar dan pada hari berikutnya akan
tercium bau yang busuk. Sedangkan penggumpalan buatan biasanya dilakukan dengan
penambahan asam.
Prakoagulasi terjadi karena kemantapan
bagian koloidal yang terkandung dalam lateks berkurang. Bagian-bagian koloidal
ini kemudian menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran
lebih besar. Komponen koloidal yang lebih ini akan membeku. Inilah yang
menyebabkan terjadinya prakoagulasi. Getah karet atau lateks sebenarnya
merupakan suspensi koloidal dari air dan bahan-bahan kimia yang terkandung
didalamnya. Bagian- bagian yang terkandung tersebut tidak larut sempurna,
melainkan terpencar secara homogen atau merata di dalam air. Partikel-partikel
koloidal ini sedemikian kecil dan halusnya sehingga dapat menembus saringan.
Susunan bahan lateks dapat dibagi
menjadi dua komponen. Komponen pertama adalah bagian yang mendispersikan atau
memancarkan bahan-bahan yang terkandung secara merata, biasa disebut serum.
Bahan-bahan bukan karet yang larut dalam air, seperti protein, garam-garam
mineral, enzim dan lain-lain termasuk ke dalam serum. Komponen kedua adalah
bagian yang didispersikan atau dipancarkan. Komponen kedua ini terdiri dari
butir-butir karet yang dikelilingi lapisan tipis protein. Sebenarnya sistem
koloidal bisa dipertahankan agak lama sampai satu hari lebih, sebab
bagian-bagian karet yang dikelilingi oleh lapisan tipis sejenis protein
mempunyai kestabilan sendiri. Stabilisatornya adalah lapisan protein yang
mengelilingi tersebut. Dengan berkurangnya kestabilan ini terjadilah
prakoagulasi.
Penyebab terjadinya prakoagualasi antara
lain sebagai berikut :
1.
Penambahan asam organik ataupun
anorganik mengakibatkan turunnya pH lateks titik isoelektriknya sehingga lateks
kebun membeku (pH lateks kebun 6,9).
2.
Mikroorganisme – Lateks segar merupakan
media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, mikroorganisme banyak terdapat
dilungkungan perkebunan karet (pepohonan, udara, tanah, air atau pada alat-alat
yang digunakan) – Mikroorganisme ini menghasilkan asam-asam yang menurunkan pH
mencapai titik isoelektrik sehingga lateks membeku serta menimbulkan rasa bau
karena terbentuknya asam-asam yang mudah menguap (volatile fatty acid). Bila
banyak mikroorganisme maka senyawa asam yang dihasilkan akan banyak pula. –
Suhu udara yang tinggi akan lebih mengaktifkan kegiatan bakteri, sehingga dalam
penyadapan ataupun pengangkutan diusahakan pada suhu rendah atau pagi.
3.
Iklim – Air hujan akan membawa zat
penyamak, kotoran dan garam yang larut dari kulit batang. Zat-zat ini akan
mengkatalisis terjadingan prakoagualasi. – Lateks yang baru disadap juga mudah
menggumpal jika terkena sinar matahari yang terik karena kestabilan koloidnya
rusak oleh panas yang terjadi.
4.
Pengangkutan – Pengangkutan yang
terlambat ataupun jarak yang jauh menyebabkan lateks baru tiba ditempat
pengolahan pada siang hari dan sempat terkena matahari sehingga mengganggu kestabilan
lateks.
5.
Kotoran atau bahan-bahan lain yang
tercampur
– Lateks akan mengalami prakoagulasi bila dicampur dengan air kotor, terutama air yang mengandung logam atau elektrolit.
– Prakoagulasi juga sering terjadi karena tercampurnya kotoran atau bahan lain yang mengandung kapur atau asam (Zurha, Cut Fatima, 2006)
– Lateks akan mengalami prakoagulasi bila dicampur dengan air kotor, terutama air yang mengandung logam atau elektrolit.
– Prakoagulasi juga sering terjadi karena tercampurnya kotoran atau bahan lain yang mengandung kapur atau asam (Zurha, Cut Fatima, 2006)
2.2 Koagulasi Lateks
Koagulasi atau
Pembekuan bertujuan untuk mempersatukan butir butir karet yang terdapat dalam
cairan lateks, supaya menjadi satu gumpalan atau koagulum. Untuk membuat
koagulum ini lateks pelu dibubuhi obat pembeku (koagulan) seperti asam semut
atau asam cuka. Menurut penelitian, terjadinya poses koagulasi adalah karena
terjadinya penurunan pH. Lateks segar yang diperoleh dari hasil sadapan
mempunyai pH 6,5. supaya tidak terjadi pengumpalan,pH yangmendekati netral
tersebut harus diturunkan sampai 4,7. Pada kemasaman ini tercapai titik
isoelektris atau keseimbangan muatan listrik pada permukaan pertikel pertikel
karet, sehingga partikel partikel karet tersebut dapat menggumpal menjadi satu.
Penurunan pH ini terjadi dengan membubuhi asam semut 1% atau asam cuka 2% ke
dalam lateks yang telah diencerkan(Lukman. 1985).
2.2.1 Mekanisme Koagulasi
1. Secara Fisika
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti :
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti :
·
Pemanasan, Kenaikan suhu sistem koloid
menyebabkan tumbukan antar partikel-partikel sol dengan molekul-molekul air
bertambah banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang teradsorpsi pada permukaan
koloid. Akibatnya partikel tidak bermuatan. contoh: darah
·
Pengadukan, contoh: tepung kanji
·
Pendinginan, contoh: agar-agar
2.
Secara Kimia
Secara kimia, koagulasi karet dapat terjadi dengan penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan, dan penambahan zat kimia koagulan. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan koloid bersifat netral, yaitu:
Secara kimia, koagulasi karet dapat terjadi dengan penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan, dan penambahan zat kimia koagulan. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan koloid bersifat netral, yaitu:
·
Menggunakan Prinsip Elektroforesis.
Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan
ke elektrode dengan muatan yang berlawanan. Ketika partikel ini mencapai
elektrode, maka sistem koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat netral.
·
Penambahan koloid, dapat terjadi sebagai
berikut:
Koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion). Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu dekat maka selubung itu akan menetralkan muatan koloid sehingga terjadi koagulasi. Makin besar muatan ion makin kuat daya tariknya dengan partikel koloid, sehingga makin cepat terjadi koagulasi. (Sudarmo,2004)
Koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion). Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu dekat maka selubung itu akan menetralkan muatan koloid sehingga terjadi koagulasi. Makin besar muatan ion makin kuat daya tariknya dengan partikel koloid, sehingga makin cepat terjadi koagulasi. (Sudarmo,2004)
·
Penambahan Elektrolit. Jika suatu
elektrolit ditambahkan pada sistem koloid, maka partikel koloid yang bermuatan
negatif akan mengadsorpsi koloid dengan muatan positif (kation) dari
elektrolit. Begitu juga sebaliknya, partikel positif akan mengadsorpsi partikel
negatif (anion) dari elektrolit. Dari adsorpsi diatas, maka terjadi koagulasi.
Dalam proses koagulasi,stabilitas koloid sangat berpengaruh.stabilitas merupakan daya tolak koloid karena partikel-partikel mempunyai muatan permukaan sejenis (negatip).
Beberapa gaya yang menyebabkan stabilitas partikel, yaitu:
1. Gaya elektrostatik yaitu gaya tolak menolak tejadi jikapartikel-partikel mempunyai muatan yang sejenis.
2. Bergabung dengan molekul air (reaksi hidrasi)
3. Stabilisasi yang disebabkan oleh molekul besar yang diadsorpsi pada permukaan.
Dalam proses koagulasi,stabilitas koloid sangat berpengaruh.stabilitas merupakan daya tolak koloid karena partikel-partikel mempunyai muatan permukaan sejenis (negatip).
Beberapa gaya yang menyebabkan stabilitas partikel, yaitu:
1. Gaya elektrostatik yaitu gaya tolak menolak tejadi jikapartikel-partikel mempunyai muatan yang sejenis.
2. Bergabung dengan molekul air (reaksi hidrasi)
3. Stabilisasi yang disebabkan oleh molekul besar yang diadsorpsi pada permukaan.
2.2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Koagulasi :
1. Pemilihan bahan kimia
Untuk melaksanakan pemilihan bahan kimia, perlu pemeriksaan terhadap karakteristik air baku yang akan diolah yaitu :
• Suhu
• pH
• Alkalinitas
• Kekeruhan
• Warna
Untuk melaksanakan pemilihan bahan kimia, perlu pemeriksaan terhadap karakteristik air baku yang akan diolah yaitu :
• Suhu
• pH
• Alkalinitas
• Kekeruhan
• Warna
Efek karakteristik tersebut terhadap koagulan adalah:
• Suhu berpengaruh terhadap daya koagulasi dan memerlukan pemakaian bahan kimia berlebih, untuk mempertahankan hasil yang dapat diterima.
• pH Nilai ekstrim baik tinggi maupun rendah, dapat berpengaruh terhadap koagulasi. pH optimum bervariasi tergantung jenis koagulan yang digunakan.
• Alkalinitas yang rendah membatasi reaksi ini dan menghasilkan koagulasi yang kurang baik, pada kasus demikian, mungkin memerlukan penambahan alkalinitas ke dalam air, melalui penambahan bahan kimia alkali/basa ( kapur atau soda abu)
• Makin rendah kekeruhan, makin sukar pembentukkan flok.Makin sedikit partikel, makin jarang terjadi tumbukan antar partikel/flok, oleh sebab itu makin sedikit kesempatan flok berakumulasi.
• Warna berindikasi kepada senyawa organik, Warna dimana zat organik bereaksi dengan koagulan, menyebabkan proses koagulasi terganggu selama zat organik tersbut berada di dalam air baku dan proses koagulasi semakin sukar tercapai.
2.
Penentuan dosis optimum koagulan
Untuk memperoleh koagulasi yang baik, dosis optimum koagulan harus ditentukan. Dosis optimum mungkin bervariasi sesuai dengan karakteristik dan seluruh komposisi kimiawi di dalam air baku, tetapi biasanya dalam hal ini fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat tertentu dimana terjadi perubahan kekeruhan yang drastis (waktu musim hujan/banjir) perlu penentuan dosis optimum berulang-ulang.
Untuk memperoleh koagulasi yang baik, dosis optimum koagulan harus ditentukan. Dosis optimum mungkin bervariasi sesuai dengan karakteristik dan seluruh komposisi kimiawi di dalam air baku, tetapi biasanya dalam hal ini fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat tertentu dimana terjadi perubahan kekeruhan yang drastis (waktu musim hujan/banjir) perlu penentuan dosis optimum berulang-ulang.
3.
Penentuan pH optimum
Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan pH air, disebabkan oleh reaksi hidrolisa garam tersebut, seperti yang telah diterangkan di atas. Koagulasi optimum bagaimanapun juga akan berlangsung pada nilai pH tertentu.
Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan pH air, disebabkan oleh reaksi hidrolisa garam tersebut, seperti yang telah diterangkan di atas. Koagulasi optimum bagaimanapun juga akan berlangsung pada nilai pH tertentu.
2.3 Uji Mutu Karet Bokar
Sesuai dengan pola bisnis pada umumnya
yang ingin mendapatkan margin sebesar-besarnya dari hasil penjualan produk,
maka di dalam perdagangan bahan baku karet (bokar) senantiasa muncul
upaya untuk memanipulasi berat dengan cara menambahkan zat-zat pengotor.
Peningkatan konsumsi dunia menyebabkan peningkatan kapasitas produksi pabrik.
Kondisi ini berdampak persaingan memperebutkan bahan olah semakin tajam,
sehingga aspek mutu mulai diabaikan, memicu petani untuk berlomba-lomba
menyediakan bahan baku dengan sasaran utamanya adalah kuantitas. Pengawasan
mutu yang lemah dan tidak adanya insentif harga terhadap mutu, merupakan faktor
utama yang mendorong upaya memanipulasi berat bokar dengan cara membubuhkan
bahan-bahan non-karet, agar berat bokar dapat ditingkatkan dengan harapan
harganyapun dapat dinaikkan.
Pemerintah sejak tahun 1984 telah membakukan bokar melalui SPI-BUN
02/02/1984 untuk memperbaiki mutu bokar dan memperkecil keragaman jenis
bokar. Sejalan dengan Revisi Skema SIR pada tahun 1988, SPI Bokar tersebut
disempurnakan menjadi SPI-BUN 02/02/1988. Pada tahun 1990 SPI Bokar diangkat
oleh Dewan Standardisasi Nasional (DSN) menjadi Standar Nasional Indonesia SNI
06 - 2047 - 1990 Bokar. Adanya SNI Bokar SNI 06-2047-1990 seharusnya sangat
membantu perbaikan mutu, namun disayangkan bahwa standar ini sulit
diaplikasikan di lapangan. Selain itu SNI Bokar bersifat sukarela (voluntary),
berbeda dengan SNI untuk Crumb Rubber dan RSS yang bersifat wajib
(mandatory).
Pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional telah merevisi SNI Bokar
menjadi SNI 06-2047-1998 berdasarkan Surat Keputusan No. 102/BSN-I/KH/05/98
tanggal 26 Mei 1998 untuk mengeliminir kendala tersebut. Penerapan SNI bersifat
wajib (mandatory) yang diharapkan berdampak lanjut sampai ke tingkat petani
untuk menghasilkan bokar bermutu baik. Sekalipun SNI 06-2047-1998, bersifat
mandatory, namun penerapannya mengalami kesulitan, antara lain disebabkan
kurangnya tenaga pelaksana pengawasan penerapan standar mutu. Selain itu
Kapasitas terpasang pabrik telah melampaui kemampuan pasok bahan olah
menyebabkan pabrik kurang tertarik untuk menyeleksi bahan olah, selama target
produksi belum terpenuhi. Belum terlaksananya penerapan standar mutu bokar
secara efektif menyebabkan kondisi bokar belum mengalami peningkatan berarti.
Hal ini menyebabkan permasalahan konsistensi mutu masih belum terpecahkan
sepenuhnya secara mendasar.
Pihak pabrik masih mengandal-kan cara-cara lama untuk memenuhi permintaan
konsumen, yakni dengan cara mencampur berbagai jenis bahan olah dengan
harapan kualitas produk memenuhi kisaran permintaan yang dipersyaratkan
konsumen. Selain itu, terkadang pabrik juga melakukan pengujian total
seluruh bandela karet yang dihasilkan dan mengeluarkan produk yang tidak
memenuhi persyaratan permintaan konsumen. Selama ini praktek tersebut mampu
memenuhi tuntutan konsumen, namun membutuhkan suatu usaha tertentu berupa pencampuran
bahan olah yang intensif dan seratus persen pengecekan terhadap hasil Crumb
Rubber Guna meningkatkan kemudahan implementasi SNI Bokar, pemerintah
kembali merevisi SNI bokar menjadi SNI 06-2047-2002 yang lebih memberi
keleluasaan untuk persyaratan tebal dan metode koagulasi. Efektifitas
pemberlakuan SNI bokar yang baru tersebut saat ini masih belum dapat
teridentifikasi, diperlukan waktu yang cukup untuk memasyarakannya.
Referensi :
(http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2007/fitriani%20ratnasari%20dewi%20(044642)/KOAGULASIjadi.html)
(http://id.wikipedia.org/wiki/Koagulasi)